Sunday, August 25, 2013

PENDIDIKAN ISLAM : ALTERNATIF DAN SOLUSI



PENDIDIKAN ISLAM : ALTERNATIF DAN SOLUSI

  
Dawut Maulan
Guru MAN Kediri II Kota Kediri

Pendidikan tidak hanya diperoleh di bangku sekolah. Di dalam keluarga seorang anak telah mendapat pendidikan. Sentuhan kasih sayang ibu saat menyusui, memandikan, menidurkan dll., sudah merupakan tingkat pendidikan tersendiri bagi anak..Lingkungan di sekitar tempat tinggal juga memberikan nilai-nilai pendidikan buat si anak. Bahkan, lingkungan memberikan porsi yang lebih besar dalam memberikan pendidikan dibanding sekolah. Sebab, belajar di sekolah mungkin hanya 6-8 jam, sementara belajar pada lingkungan nyaris 24 jam. Termasuk dalam pengertian lingkungan di sini adalah program-program radio dan televisi serta berbagai bentuk media yang lain.
Secara formal, orang belajar di institusi yang disebut sekolah. Mulai dari TK sampai perguruan tinggi. Institusi inilah yang terus disorot oleh banyak pihak, karena memang institusi itulah yang mengurusi dan melahirkan berjuta bahkan bermiliar orang. Jadi, tanggungjawab besar ada di tangan sekolah, tepatnya di pundak pihak-pihak yang mengotaki strategi pendidikan.
Lalu apa ukuran sukses tidaknya sekolah? Ibarat perusahaan, sekolah adalah tempat produksi, sehingga untuk menilai sukses atau tidaknya dapat melihat pada tingkat kualitas kepribadian yang dihasilkan. Apakah pribadi-pribadi itu menjadi lebih baik atau justru menjadi liar? Ironisnya, catatan menunjukkan bahwa tingkat krisis kepribadian dikalangan pelajar kian naik. setidaknya dapat kita lihat dari masalah-masalah sosial yang ditimbulkan oleh mereka. Tawuran antar pelajar misalnya, sampai saat ini masih terjadi, bahkan bentuk tawuran mereka semakin cenderung membrutal. Pelaku tidak lagi main pukul, tapi juga menghilangkan nyawa. Penggunaan obat-obat terlarang juga terus menunjukkan gejala yang memprihatinkan. Selain itu masalah prilaku seksual pranikah, kesopanan dan kualitas akademik juga belum menunjukkan gejala yang kurang sehat.
Masalah menuntut ilmu termasuk masalah yang sangat besar dalam pandangan Islam. Mengenyam pendidikan dalam kaca mata Islam bukanlah untuk sekedar prestasi semata, tapi adalah kewajiban setiap muslim. Baik itu ilmu-ilmu teknis (sainstek) apalagi ilmu-ilmu agama. Rasulullah Saw. bersabda: “Tuntutlah ilmu walau di negeri cina.” Sabda ini menunjukkan agar umat Islam “haus” akan ilmu. Bukan hanya ilmu agama, tapi juga ilmu-ilmu umum. Kenapa? Karena jelas, di negeri cina tidak bakal dijumpai ilmu agama (tsaqofah).
Sebagai kompensasi wajibnya menuntut ilmu, maka Islam mewajibkan kemudahannya. Yaitu negara harus mampu menekan seminim mungkin biaya pendidikan bagi masyarakat, bahkan kalau bisa Cuma-Cuma. Semua warga negara harus mendapatakan pendidikan dari negara sebaik-baiknya. Negara tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. Meski menyediakan pendidikan merupakan kewajiban negara, tetapi pihak swasta juga diperbolehkan untuk menyediakan sarana pendidikan.
Islam memang satu tatanan kehidupan yang khas. Dalam masalah pendidikan, Islam menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian muslim. Pelajar diharapkan memiliki pola pikir (aqliyah) yang Islami dan sikap jiwa (nafsiyah) yang juga Islami. Jadi sekolah bukan semata-mata transfer ilmu. Setiap pelajar akan dilatih bersikap kritis. Bukan hanya pandai menguak fakta yang ada di depan mereka, tapi juga menguak tabir di balik semua peristiwa.
Sebagai contoh, waktu kita kecil dulu, saat guru menerangkan proses terjadinya hujan, guru hanya menerangkan fenomena alamnya belaka. Karena panas, maka air akan berubah menjadi uap air yang terbang ke udara. Uap air yang berkumpul akan menjadi awan, lalu awan-awan ini selanjutnya akan menimbulkan hujan. Titik sampai di situ. Lalu di mana peran Allah Swt. dalam “melahirkan” hujan? Wah, itu tugas guru agama yang menerangkan, sayakan guru IPA, begitu kira-kira jawaban kebanyakan guru. Repotkan! Maka wajar kalau pendidikan sekarang jauh dari nilai-nilai agama. Atau waktu mengajarkan nilai-nilai moral, yang menjadi acuan kenapa harus berbuat baik? Jawabannya tidak akan lebih dari “memang seharusnya begitu” atau karena untuk “nilai-nilai kemanusiaan”. Padahal dalam Islam, berakhlak baik adalah bagian dari hukum syara’, kalau tidak berbuat ya dosa.
Kerancuan berikut yang ada pada sistem pendidikan sekarang adalah mencampuradukkan sains murni dengan ajaran yang mengandung muatan ideologis. Teori Darwin misalnya, atau teori abiogenesis dan biogenesis sudah bukan lagi terkategori ilmu murni, tetapi filsafat murni yang bertentangan dengan Islam.
Karena tujuan pendidikan Islam, adalah melahirkan kepribadian Islam, maka kurikulum yang dibuatpun mengacu ke sana. Pelajaran-pelajaran mengenai tauhid dan hukum syara’ merupakan porsi utama, bahkan sejak tingkat dasar. Sementara pelajaran-pelajaran yang bermuatan ideologi asing hanya akan diajarkan pada tingkat perguruan tinggi. Itupun dipelajari untuk “ditelanjangi” kebobrokannya. Bukan dijadikan acuan hidup.
Lalu bagaimana nasib guru dalam pendidikan Islam? Mereka dijamin hidup lebih sejahtera. Mereka juga mendapatkan pelayanan ekstra dari negara. Dalam hal ini terdapat contoh yang sangat baik dari Khalifah Umar bin Khattab di mana beliau telah menggaji guru anak-anak sebesar 15 dinar perbulan. Satu dinar senilai dengan 4,25 gram emas. Kisah lain dari Khalifah Ar Rasyid misalkan, menilai karya tulis para cendikiawan Islam dengan unik. Beliau menimbang buku-buku lalu membayarnya dengan emas seberat buku-buku itu. Bisa dibayangkan kalau buku-buku dibuat berjuz-juz, semakin makmurnya para cendikiawan itu.
Selain guru orang tua juga memegang peranan penting dalam pendidikan. Bahkan itu menjadi bagian dari kewajiban orang tua terhadap anaknya. Masalah pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah dan orang tua, tapi juga lingkungan alias negara. Lingkungan juga harus mendidik pelajar agar tidak liar. Biar diajarkan akhlak setinggi apapun, sementara diluar sana degradasi akhlak menggila. Ya sia-sia saja donk.
Nah, begitulah kira-kira Islam menjawab masalah pendidikan. Kapan kita akan beralih menuju perbaikan sistem pendidikan Islam?


No comments :

Post a Comment